Sunday, October 9, 2011

Mengupas Kehidupan Mahasiswi Yang Menjadi Istri Simpanan

Gaya hidup metropolitan telah mengubah segalanya. Yang pasti, materialistis dan hedonis. Itu yang kemudian membuat sejumlah orang mengambil jalan pintas. Termasuk para penghuni kos-kosan. Tren-nya, warga kos-kosan ini, mencari uang dengan jalan pintas dengan menjadi istri simpanan. Kami mencoba menelusuri sebuah gang di kawasan Jl Siliwangi. Di sini marak kos-kosan, yang pada umumnya adalah wanita. Penghuninya pun beragam. Ada pekerja, mahasiswi tetapi juga wanita-wanita desa yang sedang menunggu panggilan untuk bekerja.
Fenomena istri simpanan, sehingga menarik untuk diangkat dalam cerita layar lebar

Untuk bisa leluasa keluar masuk pintu kos, kami mengajak seorang pemandu yang memang sudah cukup di kenal di kawasan ini. Namanya Imran. Ia seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta di kota Tasik. Dan yang terpenting, entah bagaiamana sejarahnya, Imran begitu mengenal dan dikenal di kawasan ini. Untuk urusan yang satu itu, Imran hanya melepas senyum jika ditanya. “Sudahlah, ente mau kemana, kita antar sampai tuntas,” ujarnya. Untuk menelisik lebih jauh kehidupan warga kos-kosan di kawasan Siliwangi, Imran mengajukan satu syarat. “Harus berani nraktir,” katanya.

Pertama-tama Imran memperkenalkan kami dengan seorang wanita berparas cantik, sebut saja namanya Cintya. Ia adalah karyawan marketing sebuah produk kecantikan. Penampilan Cintya bak seorang wanita karir di gedung-gedung tinggi Jakarta. Dandanannya tipis, namun tetap mengeluarkan aura kecantikannya.


Sepintas ia tampil sebagai wanita yang cerdas, mengetahui banyak hal terutama dalam olah kecantikan dan dunia marketing. Maklum, dia seorang sarjana marketing dari sebuah universitas di Jawa Barat. Namun, kalau sudah bicara panjang lebar, maka Cintya berubah menjadi wanita metropolitan, suka belanja, clubing, menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan. Hari-harinya dihabiskan untuk merawat kebugaran tubuhnya di studio senam dan salon. “Dia itu sekarang menjadi istri simpanan pejabat,” bisik Imran.


Dari Cintya kami beralih ke rumah kos lain. Di sana kami menemui Della. Ia seorang mahasiswi. Berbeda dengan Cintya, penampilan Della lebih sederhana. Soal wajah, sangat tidak mengecewakan. Awalnya, Della memang tidak mau buka suara. Namun, Imran memberikan jaminan bahwa kami hanya ingin mendapat cerita. Bukan membeber jati dirinya, apalagi orang lain.


Dari situ Della buka kartu. Ia mengaku sudah tujuh bulan menjadi istri simpanan seorang pejabat dari Ciamis. Della mengaku, sedari awal ia tahu lelaki itu sudah beristri dan beranak. Usianya jauh lebih tua darinya.”Kita sepakat tidak menyebut jati diri Bapak kan,” Della mengelak ketika kami mencoba memancing jati diri sang pejabat tua yang beruntung itu.


Della mengaku menjalani hidupnya sekarang karena pergaulan. “Dulu saya selalu berpenampilan tertutup, pakai jilbab. Pendidikan agama kami sangat kuat,” Della membuka cerita. Namun, lanjut dia, kondisi itu terus berubah seiring perkembangan waktu dan pergaulan. “Ketika di kampus, banyak teman-teman yang berpenampilan seksi, dan segalanya tercukupi. Terus terang, aku tak kuat menghadapi godaan ini,” katanya lirih.


Alkisah bak cerita sinetron, Della pun mengubah penampilannya. Ia terseret arus global, dandan minim dan suka clubing malam. “Dari situ, tiba-tiba aku merasa lebih cantik dari teman-teman. Kalau gitu, aku bisa lebih dari mereka,” ujarnya.


Hingga suatu ketika ia bertemulah dengan sang pejabat dari Ciamis itu. Hubungan kami berawal dari perkenalan dari teman, terus minum kopi, jalan berdua, makan berdua terus belanja berdua. “Kemudian Bapak memanjakan saya. Apa yang saya mau dibelikan. Hape, BB hingga pakaian-pakaian mahal, dan akhirnya saya disewakan tempat kos yang lebih mewah dan lengkap,” katanya.


Kini hubungan Della dengan sang pejabat sudah lebih dari teman. Bahkan ia mengaku sudah menjadi istri simpanan sang pejabat tadi. Meski begitu, ia masih bisa bebas. “Bapak tidak terlalu membatasi, karena yang tahu ya cuma kita berdua,” katanya.


Selama menjadi simpanan, gaya hidup Della semakin gaul dan wah. Termasuk untuk biaya hidup dan kuliah, sama sekali sudah tidak pernah menjadi beban dalam kesehariannya. “Awalnya aku memang pengen seperti teman-teman itu dan setelah berhubungan dengan lelaki ini semua bisa terwujud,” katanya terus terang.


Belakangan, Della merasakan sesuatu yang lain. Dia mengaku sering menyesali apa yang telah dilakukannya selama ini. “Saya semakin sadar, ternyata kebahagiaan tidak sepenuhnya atas uang dan kemewahan yang ada. Jujur, saya ingin menyudahi semua ini,” katanya. Tapi ia masih bingung menentukan bagaimana cara untuk mengakhiri semuanya dalam kondisinya yang juga masih butuh biaya besar untuk hidup sehari-hari dan membiayai


Komentar Facebook:


Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl